Perjalanan dan Luka

Written By Footnote on 13/01/12 | 20.25

Di ujung subuh, begitu bening, begitu hening aku tahu, tak ada perhubungan yang abadi, tanpa dikekalkan duka, juga perasaan salah. belajar dari tristan, aku mulai coba memahami, kekekalan hubungan bukanlah pada penyatuan diri dalam sebuah ikatan, tapi keterhubungan dalam ingatan. 

Celakanya, ingatan selalu pendek, dan "mengenang selamanya", "adakah ini mungkin?" lebih sebagai kata pelembut untuk pengunci ingatan. ketika fisik terpisah, salam diucapkan, kenangan pun mengambang, sesaat, sebelum terkunci. hanya luka yang membebaskannya.

Luka adalah isyarat, ada "sesuatu" yang dipendam, tapi bukan dilupakan, sesuatu yang coba dibuang, tapi acap mengingatkan. luka adalah bayi yang kehausan, yang memberi tanda lewat "detak" di payudara ibunya. aku tidak tahu, seberapa jauh asumsi itu benar. 

Cuma, dari yang teraba disebuah perjalanan, perasaan dilukai, sakit, juga nyeri, menjadi tanda tentang "sebuah hubungan" yang tak biasa. aku tanpa tersadari, mengukur kedalaman hubungan dengan seseorang, dari seberapa jauh aku merasa terlukai.

0 komentar:

Posting Komentar

No Rasis, No Anarkis